Pondok Pesantren
Tarbiyatul Muballighin mulai
didirikan pada Tahun 1971 oleh KH. Taufiqur Rohman. Bermula dari seorang teman beliau yang sangat berkeinginan
untuk memondokkan putranya supaya mengaji kepada beliau bapak KH
Taufiqurrochman. Awalnya beliau menolak karena memang belum ada tempat dan juga
belum terfikirkan untuk mendirikan pesantren, namun temannya terus mendesak dan
telah mempercayakan anaknya untuk belajar kepadanya. Akhirnya beliau menerima
santri tersebut dan tidak dimintai biaya karena memang dia orang yang tidak
mampu. Setelah beberapa tahun santrinya bertambah padahal saat itu belum ada
tempat untuk mereka. Pondok Pesantren Tarbiyaul Muballihgin awalnya hanya
menerima santri putra. Jumlah santri pada waktu itu sudah ada 26 anak, mereka
tidur di rumah pak kiai yang sangat sederhana dalam 2 kamar.
Melihat keadaan tersebut santri
mencoba untuk mencari biaya atau bantuan supaya bisa membangun mushola dan
pondok pesantren. Akhirnya para santri bergotong royong bersama masyarakat membangun mushola dari bambu dan pager (
kepang). Waktu itu baru berhasil
membangun mushola.
Pondok Pesantren Tarbiyatul
Muballighin bekerja sama dengan pondok lain di sekitar yang sudah berdiri lebih
dulu yaitu Pondok Perantren Darul Ulum yang merupakan pondok khusus al-Quran
pada waktu itu. Adapun bentuk kerjasamanya dengan bergabung saat kegiatan
mengaji. Para santri Pondok Pesantren Darul Ulum ikut mengaji kitab-kitab di Ponpes Tarbiyatul
Muballighin.
Seluruh kegiatan di Pondok pesantren
Tarbiyatul muballighin dikerjakan secara bersama sama Bapak kiai dan juga
santri, mulai dari kebersihan, memasak, dan juga kebutuhan lainnya. Karena pada
waktu itu belum ada pembayaran administrasi pondok sementara gaji guru agama
pada waktu itu masih sangat sedikit yaitu Rp.2000,00. Dan itu tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pondok. Sebagian santri juga ada yanng bekerja. Sementara
masyarakatnya masih bernuansa kejaween waktu itu.
Setelah berjalan 10 tahun santrinya
bertambah dan mulai menerima santri
putri juga. Hal ini membuat Pak Kyai sedikit bingung mencari biaya untuk
menambah fasilitas terutama untuk tempat tinggal santri yang kini sudah
bertambah santri putri juga. Karena gaji guru sudah naik Pak Kyai menyisihkan
sebagian uangnya untuk pembangunan selain juga mencari dana. Ada beberapa
relawan yang membantu merenovasi mushola dan membangun pondok pesantren.
Pada tahun 1980 Mushola telah
berdiri. Adapun mushola tersebut selain digunakan untuk sholat juga digunakan
untuk ngaji setiap Ba’da Ashar, Ba’da Maghrib, Ba’da Isya dan Ba’da Subuh,
sedang kan Ba’da Dhuhur santri ikut diniyah di pondok lain.
Mushola
yang ada berukuran 6 x 9 m, jika semua santri dan keluarga berjamaah. Tidak
mampu menampungnya, sehingga butuh mushola yang baru dan mampu digunakan
berjamaah seluruh santri dan keluarga. Disamping itu kekurangan ruang belajar
yang memadai. Sebab yang ada hanya berukuran 2 x 3 m.
Tahun 2001, Pak Kyai H. Taufiqurrohman meninggal dunia dan
digantikan oleh putranya Bapak Kyai Bahrurrozi at-taufiqi sampai saat ini. Pada
saat di asuh oleh putranya tersebut sistem atau tata tertib banyak di ubah.
Yang dulunya santri lebih bebas mau ngaji atau tidak, mau sholat jama’ah atau
tidak itu terserah santrinya. Namun ketika diasuh bapak kiai Bahrurozi semuanya
diwajibkan mengikuti sholat jama’ah dan mengaji kitab kuning. karena ketegasan
beliau banyak santri yang keluar hingga tersisa 4 santri saja. Namun
pembelajaran tetap berjalan seperti biasanya meskipun santrinya sangat sedikit.
Pak Kyai dan Ibu Nyai pun terus berikhtiar dhohir batin melihat keadaan seperti
itu.
Setelah berdirinya banyak sekolah di
sekitar pesantren seperti MAN 1
Semarang, SMP NU, dan MTs NU, dan juga
SMK NU, santri Pondok Pesantern Tarbiyatul Muballighin bertambah banyak baik
putra maupun putri. Pembangunan pun makin bertambah karena banyak donatur dan
alumni yang membantu pembangunan. Sampai saat ini jumlah santri putra putri
sejumlah 120 orang. Sistem pendidikannya
pun mulai tertata rapi dan banyak mengalami kemajuan yang signifikan.
by.cengkeh